AS Akui Masyarakat Indonesia Begitu Tangguh Bertahan Hidup Meski Negara Tengah Kesulitan Ditimpa Perang – Zona Jakarta

Indonesia pernah merasakan rasanya diinvasi oleh negara lain.

Pertama invasi yang berkedok pelucutan senjata tentara Kekaisaran Jepang yang dilakukan Sekutu dalam hal ini Inggris bersama Nederlandsch Indische Civiele Administratie alias NICA yang dilakukan di Surabaya, Indonesia.

Entah apa yang ada di pikiran pemimpin Indonesia kala itu memperbolehkan kehadiran militer asing menenteng senjata beroperasi di dalam negerinya.

Hasil dari keputusan para pemimpin Indonesia kala itu membuat pertempuran besar 10 November di Surabaya.

Baca Juga: Ditolak Dirikan Pangkalan Militer di NKRI, AS Mulai Pepet Sahabat Presiden Indonesia Demi Tempatkan F-35 di Negaranya

Boleh dibilang Inggris kalah dalam perang itu, membuatnya menarik diri tak mau lagi ikut-ikutan terlibat pertempuran lainnya di wilayah Indonesia.

Tinggal NICA yang masih bebal ingin tetap bercokol di Indonesia.

Gubernur Jenderal NICA, Hubertus Johannes van Mook kemudian menghubungi pusat, meminta Amsterdam mengirim pasukan lebih banyak menjajah kembali Indonesia.

Pusat setuju dengan usulan van Mook, maka disusunlah Operatie Kraai dengan menujuk Jenderal Simon Hendrik Spoor serta komandan lapangan Mayjen Dirk van Langen untuk membawa pasukan Belanda menyerbu Indonesia.

Sebelum melaksanakan Operatie Kraai, Spoor mengawalinya dengan operasi Product dengan menguasai titik-titik penghasil sumber daya alam Indonesia di pulau Jawa dan Sumatera.

Tujuannya untuk membuat masyarakat Indonesia kesulitan mendapat pangan hingga menyerah dalam kelaparan akibat perang.

Obyektif operasi Product berhasil dicapai dengan menguasai berbagai SDA Indonesia, diharapkan negeri ini juga tak bisa mendapat devisa dari hasil ekspor bahan mentah.

Tak adanya pemasukan membuat militer Indonesia kekurangan senjata, begitu pikir Belanda.

Tapi Belanda lupa bahwa Indonesia itu luas, meski sudah menguasai perkebunan dan pertambangan di Jawa dan Sumatera nyatanya warga masih bisa makan bahkan melawan agresi ini.

Gagal dengan yang pertama, Spoor mencoba cara kedua dengan Operatie Kraai.

Spoor mengharuskan pasukannya menduduki ibu kota Indonesia Yogyakarta.

Tujuannya untuk menawan para pemimpin politik dan menghabisi panglima besar Soedirman.

Obyektif operatie Kraai berhasil dicapai, tapi lagi-lagi Belanda kena tipu ketika tak berhasil menangkap Soedirman.

Ketika Soedirman lolos dari penangkapan, di sini Belanda sebetulnya mulai cemas.

Mereka cemas pasukan Indonesia masih punya semangat menyerang balik kedudukannya di ibu kota ini lalu mengumumkan kepada dunia bahwa republik masih ada, merdeka dan tindakan Belanda melanggar Piagam PBB.

Benar saja tak selang berapa lama militer Indonesia melakukan Serangan Umum 1 Maret.

Perlu diketahui generasi sekarang, dalam menyusun taktik Serangan Umum 1 Maret, Markas Besar TKR meminta partisipasi masyarakat sipil Indonesia.

Warga Indonesia diminta menyediakan makanan apa pun sesanggupnya yang diletakkan di depan rumah mereka bahkan jika itu cuma air putih.

Warga yang padahal untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari kala itu susah payah gegara Agresi Militer Belanda tetap sukarela menyediakan ubi, singkong, nasi atau jagung rebus ala kadarnya agar tentara republik dapat mengisi perut demi kesuksesan Serangan Umum 1 Maret.

Kemanunggalan angkatan bersenjata dengan rakyat inilah yang berhasil mengantarkan Indonesia mempertahankan kemerdekaannya dan mengusir Belanda pulang ke Tanah Airnya.

Rupanya apa yang terjadi di atas dicatat oleh pemerintah AS.

Sekitar 14 tahun setelah Serangan Umum 1 Maret 1949 dilaksanakan, Kedutaan Besar AS untuk Indonesia mengirim telegram nomor 302 ke Washington tepatnya pada 1 Maret 1963.

Kedutaan Besar AS tengah menyoroti langkah-langkah Indonesia yang hendak menyerbu Belanda di Irian Barat.

sumber: zonajakarta.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *